Senin, 31 Desember 2012

Bahtsul Masail, 20 Januari 2013, Nggisir, Kaliori


1.      Masalah telur, bagaimana hukumnya:
a.      Telur hewan yang dagingnya haram dimakan?
b.      Telur bonor/rusak.
c.      Telur yang sudah ada darahnya.
2.      Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa asma Allah sembilan puluh sembilan. Namun demikian dari hadits-hadits tersebut untuk melengkapi jumlah sebilan puluh sembilan itu berbeda antara hadits yang satu dengan hadits yang lain sehingga mengesankan bahwa asma Allah lebih dari seratus. Mohon penjelasan.
Berikut yang sempat tercatat.
المؤمن
السلام
القدوس
ا لملك
الرحيم
الرحمن
الإله
1
النور
الباقي
الوارث
الصبور
الرشيد
البديع
المبدئ
2
الرءوف
المغني
المانع
النافع
الضار
الجامع
المحصي
3
المنتقم
مالك الملك
ذو الجلال والإكرام
المقسط
الغني
العفو
الولي
4
الباطن
المتعالي
الوالي
التواب
البر
المقدم
القوي
5
الظاهر
الآخر
المؤخر
الأول
المقتدر
الواحد
الحميد
6
القادر
الصمد
الأحد
الفرد
الماجد
القيوم
المتين
7
المعيد
المحيي
المميت
الحي
الواجد
الباعث
الحق
8
المقيت
الودود
الحكيم
المجيب
الشهيد
الرقيب
الوكيل
9
الحفيظ
الحسيب
الكريم
الجليل
المجيب
الكبير
الواسع
10
العظيم
الحليم
العلي
الشكور
الغفور
الخبير
العليم
11
المذل
البصير
العدل
الحكم
اللطيف
القابض
الفتاح
12
الباسط
الخافض
المعز
السميع
الرافع
الغفار
الوهاب
13
المتكبر
البارئ
الخالق
المصور
القهار
الجبار
الرزاق
14
الجميل
البرهان
الأبد
الله
المهيمن
الخلاق
العزيز
15
ذوالفضل
ذوالمعارج
ذوالطول
الدائم
الحنان
الشديد
التام
16

المنير
الكافي
القديم
القريب
الصادق
الرب
17
1
2
3
4
5
6
7


3.      Di dalam penafsiran Al-Qur’an terdapat banyak ilmu yang diperlukan, sehingga Nahdlatul Ulama menganjurkan kepada masyarakat agar mengambil tafsir yang sudah jadi yang memiliki sanad keilmuan yang kukuh (dari kutub mu’tabarah) dan apabila tidak memiliki ilmu yang cukup untuk memahaminya dianjurkan bertanya kepada ahlinya.
Akhir-akhir ini bermunculan anjuran dari beberapa organisasi untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dan mengambil hukum hanya dari kedua sumber tersebut berdasarkan hadits:
اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تمَسَكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ نَبِيّهِ. مالك، فى الموطأ
Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda, “Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu : Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya. [HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ juz 2, hal. 899 dicuplik dari tulisan salah satu kelompok tersebut]
Di dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidato yang disebarkan oleh organisasi-organisasi tersebut dalil Al-Qur’an atau Hadits ditafsirkan tanpa menyebutkan sumber rujukan literer yang mu’tabarah sehingga menimbulkan kesan bahwa penafsiran yang dilakukan hanya berdasarkan Tafsir Bahasa Indonesia (baik terbitan Depag RI maupun Pemerintah Saudi) oleh orang yang mereka anggap sebagai ‘ulama. Bahkan ada yang dengan penuh keberanian melakukan ‘pentashihan’ terhadap Hadits yang telah di-takhrij oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dengan hasil yang kadang berseberangan dengan keduanya, sehingga di dalam kitab-kitab hadits tersebut muncul kutipan: telah dishahkan oleh Albani, didhoifkan oleh Albani dan seterusnya.    
Pertanyaan:
a.      Bagaimana sesungguhnya takwil dari hadits di atas berdasarkan pemahaman Aswaja Nahdlatul Ulama’?
b.      Bolehkan anggota Nahdlatul Ulama menggunakan pendapat orang-orang tersebut untuk ber-hujjah (orang yang men-takhrij hadits atau mentakwil Al-Qur’an tanpa bersandar kepada kutub mu’tabarah)?
c.      Bolehkah ber-taqlid terhadap imam-imam kelompok yang muncul belakangan ini di dalam hal rukun Islam sedangkan mereka ini meninggalkan qaul ‘ulama terdahulu dan hanya merujuk secara tekstual kepada Al-Qur’an dan Sunnah melulu?
d.      Di dalam hasil Muktamar Solo disebutkan bahwa NU menolak memberlakukan hermeneutika untuk melakukan penafsiran terhada Al-Qur’an dan Hadits, apakah orang-orang ini termasuk mengamalkan hermenetika sebagaimana yang dimaksud oleh Muktamar Solo? Bagaimana hukumnya kalau dilakukan?

4.      Ada dhawuh di dalam Al-Qur’an yang menyatakan:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Ayat ini seringkali dijadikan dalil bahwa untuk melaksanakan kebaikan maka akan dipermudah oleh Allah, sedangkan semakin majunya jaman diikuti dengan semakin berkurangnya minat mempelajari ilmu-ilmu yang ada di pesantren. Oleh karenanya ada Kyai yang ketika bertabligh mendoakan supaya Pondok Pesantren santrinya semakin sedikit.
Pertanyaan:
a.      Bolehkah do’a yang semacam ini diamalkan?
b.      Mohon dijelaskan bagaimana hubungan antara nash Al-Qur’an di atas dengan keadaan semakin menurunnya minat para pemuda mempelajari ilmu-ilmu Islam yang ada di pesantren!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer